PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Islam muncul dimuka bumi tentunya dengan segenap
aturan yang telah di perintahkan tuhan yang maha kuasa yakni Allah SWT. Antara
lain perintah tuhan tersebut berkisar pada orientasi penciptaan dan
keefektifitasan dan etika serta estetika kehidupan. Etika dalam kehidupan
terbagi antara lain yakni etika dalam pergaulan dengan tuhan dan dengan manusia
sendiri yang sering kita dengar yakni Akhlak Nul Karima Ila Hablum
Minallah dan Akhlakul Karima Ila Hablum
Minannas, etika atau akhlak menjadi salah satu tugas atau
orientasi ajaran islam yakni di tuangkan dalam sebuah ayat bahwa nabi di utus
untuk menyempurnakan akhlak manusia inilah menjadi dasar acuan untuk menekankan
bahwa etika kehidupan atau akhlak menjadi salah satu sub bagian dari ajaran
islam itu sendiri.
Selain
akhlak atau etika rahmatan lil ‘alamin juga menjadi sebuah uraian singkat dalam
mushaf ustmani yang tertera hngga kini dalam sebuah ayatnya bahwa islam
merupakan rahmat bagi seluruh alam.Kemudian juga mengandung nilai estetika hal
ini tercermin dari budaya keislaman yang ditinggalkan sejak zaman dahulu alias
para Nabi sisi atau unsur keindahan senantiasa tidak terindahkan dari sekian
banyak budaya yang ada.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana peradaban islam pada masa periode
Abu Bakar Sidiq?
2. Bagaimana peradaban islam pada masa
periode Umar bin Khatab?
C.
Manfaat
Diharapkan pembaca maupun penulis mengetahui
bagaimana keadaan perkembangan islam pada masa periode khulafaurasyidin. Dengan
demikian pembaca maupun penulis tidak akan salah lagi dalam mengartikan atau
memaknai tentang perkembangan islam di masa ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
ISLAM
PERIODE ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ
A.
Riwayat Singkat
Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abu Bakar Ash Shiddiq lahir pada tahun 568 M atau 55
tahun sebelum hijrah. Dia merupakan khalifah pertama dari Al-Khulafa'ur
Rasyidin, sahabat Nabi Muhammad SAW yang terdekat dan termasuk di antara
orang-orang yang pertama masuk Islam (as-sabiqun al-awwalun). Nama lengkapnya
adalah Abdullah bin Abi Kuhafah at-Tamini.
Pada masa kecilnya Abu Bakar bernama Abdul Ka'bah.
Nama ini diberikan kepadanya sebagai realisasi nazar ibunya sewaktu
mengandungnya. Kemudian nama itu ditukar oleh Nabi Muhammad SAW menjadi
Abdullah bin Kuhafah at-Tamimi. Gelar Abu Bakar diberikan Rasulullah SAW karena
ia seorang yang paling cepat masuk Islam, sedang gelar as-Siddiq yang berarti
'amat membenarkan' adalah gelar yang diberikan kepadanya karena ia amat segera
memberiarkan Rasulullah SAW dalam berbagai macam peristiwa, terutama peristiwa
"Isra Mikraj".[1]
Ayahnya bernama Usman (juga disebut Abi Kuhafah) bin
Amir bin Amr bin Saad bin Taim bin Murra bin Kaab bin Luayy bin Talib bin Fihr
bin Nadr bin Malik. Ibunya bernama Ummu Khair Salma binti Sakhr. Garis
keturunan ayah dan ibunya bertemu pada neneknya bernama Kaab bin Sa'd bin Taim
bin Muarra. Kedua orang tuanya berasal dari suku Taim, suku yang melahirkan
banyak tokoh terhormat.
Abu Bakar adalah seorang pemikir Makkah yang memandang
penyembahan berhala itu suatu kebodohan dan kepalsuan belaka, ia adalah orang
yang menerima dakwah tanpa ragu dan ia adalah orang pertama yang memperkuat
agama Islam serta menyiarkannya. Di samping itu ia suka melindungi golongan
lemah dengan hartanya sendiri dan kelembutan hatinya.
Di samping itu, Abu Bakar dikenal mahir dalam ilmu
nasab (pengetahuan mengenai silsilah keturunan). Ia menguasai dengan baik
berbagai nasab kabilah dan suku-suku arab, bahkan ia juga dapat mengetahui
ketinggian dan kerendahan masing-masing dalam bangsa arab. Wafatnya Abu Bakar pada tahun 13 H malam selasa, 7 Jumadil Akhir pada usia 63 tahun, dan kekhalifahannya berjalan selama 2 tahun 3 bulan dan 10 hari, dan dimakamkan di rumah ‘Aisyah disamping makam Nabi Muhammad SAW.[2]
B.
Proses Pengangkatan Abu Bakar
Berita wafatnya Nabi Muhammad SAW, bagi para sahabat
dan kaumslimin adalah seperti petir di siang bolong karena sangat cinta mereka
kepada Rasulullah. Apalagi bagi para sahabat yang biasa hidup bersama di bawah
asuhannya. Sehingga ketika kabar wafatnya Rasulullah beredar ada orang tidak
percaya akan kabar tersebut. Di antaranya adalah sahabat Umar bin Khattab yang
dengan tegas membantah setiap orang yang membawa kabar wafatnya beliau. Di saat
keadaan gempar yang luar biasa ini datanglah sahabat Abu Bakar untuk
menenangkan kegaduhan itu, ia berkata di hadapan orang banyak; "Wahai
manusia, siapa yang menyembah Muhammad, maka Muhammad sudah wafat, dan barang
siapa menyembah Allah, Allah hidup tidak akan mati selamanya".
Sejarah mencatat, bahwa masalah yang paling krusial
setelah nabi wafat adalah masalah politik, yaitu penentuan siapa yang berhak
menggantikan nabi sebagai kepala Negara (khalifah). Begitu penting masalah ini,
sehingga penguburan Nabi tertunda. Tentang penggantian Nabi sebagai Rasul sudah
di atur oleh wahyu dan memang Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasul terakhir,
sedangkan penggantian sebagai kepala Negara tidak diatur oleh wahyu dan Nabi
pun tidak ada berwasiat.[3]
Setelah kaum Muslimin dan para sahabat menyadari
tentang wafatnya Rasulullah SAW, maka Abu Bakar dikagetkan lagi dengan adanya
perselisihan faham antara kaum Muhajirin dan Anshar tentang siapa yang akan
menggantikan Nabi sebagai khalifah kaum Muslimin. Pihak Muhajirin menghendaki
dari golongan Muhajirin dan pihak Anshar menghendaki pihak yang memimpin. Situasi
yang memanas inipun dapat diatasi oleh Abu Bakar, dengan cara Abu Bakar
menyodorkan dua orang calon khalifah untuk memilihnya yaitu Umar bin Khattab
atau Abu Ubaidah bin Jarrah. Namun keduanya justru menjabat tangan Abu Bakar
dan mengucapkan baiat memilih Abu Bakar.
Ada
beberapa faktor yang mendasari terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah, yaitu:
a.
Menurut
pendapat umum yang ada pada zaman itu, seorang khalifah (pemimpin) haruslah
berasal dari suku Quraisy; pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad
SAW yang berbunyi "al-aimmah min Quraisy" (kepemimpinan itu di tangan
orang Quraisy).
b.
Sahabat
sependapat tentang ketokohan pribadi Abu Bakar sebagai khalifah karena beberapa
keutamaan yang dimilikinya, antara ia adalah laki-laki dewasa pertama yang
memeluk Islam, ia satu-satunya sahabat yang menemani Nabi SAW pada saat hijrah
dari Makkah ke Madinah dan ketika bersembunyi di Gua Tsur, ia yang ditunjuk
oleh Rasulullah SAW untuk mengimami shalat pada saat beliau sedang uzur, dan ia
keturunan bangsawan, cerdas, dan berakhlak mulia.
c.
Beliau sangat dekat dengan Rasulullah SAW, baik dalam
bidang agama maupun kekeluargaan. Beliau seorang dermawan yang mendermakan
hartanya untuk kepentingan Islam.
Sebagai khalifah Abu Bakar mengalami dua kali baiat.
Pertama di Saqifa Bani Saidah yang dikenal dengan Bai 'at Khassah dan kedua di
Masjid Nabi (Masjid Nabawi) di Madinah yang dikenal dengan Bai’at A
'mmah.Seusai acara pembaitan di Masjid Nabawi, Abu Bakar sebagai khalifah yang
baru terpilih berdiri dan mengucapkan pidato. la memulai pidatonya dengan
menyatakan sumpah kepada Allah SWT dan menyatakan ketidak berambisiannya untuk
menduduki jabatan khalifah tersebut. Abu Bakar selanjutnya mengucapkan
"Saya telah terpilih menjadi pemimpin kamu sekalian meskipun saya bukan
orang yang terbaik di antara kalian. Karena itu, bantulah saya seandainya saya
berada di jalan yang benar dan bimbinglah saya seandainya saya berbuat salah.
Kebenaran adalah kepercayaan dan kebohongan adalah pengkhianatan. Orang yang
lemah di antara kalian menjadi kuat dalam pandangan saya hingga saya menjamin
hak-haknya seandainya Allah menghendaki dan orang yang kuat di antara kalian
adalah lemah dalam pandangan saya hingga saya dapat merebut hak daripadanya.
Taatilah saya selama saya taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan bila saya
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, janganlah ikuti saya".[4]
Di masa awal pemerintahan Abu Bakar, diwarnai dengan
berbagai kekacauan dan pemberontakan, seperti munculnya orang-orang murtad,
aktifnya orang-orang yang mengaku diri sebagai nabi (nabi palsu), pemberontakan
dari beberapa kabilah Arab dan banyaknya orang-orang yang ingkar membayar
zakat.
Terhadap semua golongan yang membangkang dan
memberontak itu Abu bakar mengambil tindakan tegas. Ketegasan ini didukung oleh
mayoritas umat. Untuk menumpas seluruh pemberontakan, ia membentuk sebelas
pasukan masing-masing dipimpin oleh panglima perang yang tangguh, seperti
Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Ikrimah bin Abu Jahal, dan Syurahbil bin
Hasanah. Dalam waktu singkat seluruh kekacauan dan pemberontakan yang terjadi
dalam negeri dapat ditumpas dengan sukses.[5]
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun
634 M ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan
persoalan dalam negeri terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku
bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintahan Madinah. Karena
sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan
pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut
Perang Riddah (perang melawan kemurtadan) dan pahlawan yang banyak berjasa
dalam perang tersebut adalah Khalid bin Walid.
C. Kemajuan-kemajuan yang dicapai Abu Bakar
Kemajuan yang telah dicapai pada masa pemerintahan Abu
Bakar selama kurang lebih dua tahun, antara lain:
a. Perbaikan sosial (masyarakat).
Perbaikan
sosial yang dilakukan Abu Bakar ialah usaha untuk menciptakan stabilitas
wilayah Islam dengan berhasilnya mengamankan tanah Arab dari para penyeleweng
(orang-orang murtad, nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar
zakat).
b. Perluasan dan pengembangan wilayah Islam.
Adapun
usaha yang ditempuh untuk perluasan dan pengembangan wilayah Islam Abu Bakar
melakukan perluasan wilayah ke luar Jazirah Arab. Daerah yang dituju adalah
Irak dan Suriah yang berbatasan langsung dengan wilayah kekuasaan Islam. Kedua
daerah itu menurut Abu Bakar harus ditaklukkan dengan tujuan untuk memantapkan
keamanan wilayah Islam dari serbuan dua adikuasa, yaitu Persia dan Bizantium.
Untuk ekspansi ke Irak dipimpin oleh Khalid bin Walid, sedangkan ke Suriah
dipimpin tiga panglima yaitu : Amr bin Ash, Yazid bin Abu Sufyan dan Surahbil
bin Hasanah.
c.
Pengumpulan
ayat-ayat Al Qur'an.
Sedangkan
usaha yang ditempuh untuk pengumpulan ayat-ayat Al Qur'an adalah atas usul dari
sahabat Umar bin Khattab yang merasa khawatir kehilangan Al Qur'an setelah para
sahabat yang hafal Al Qur'an banyak yang gugur dalam peperangan, terutama waktu
memerangi para nabi palsu. Alasan lain karena ayat-ayat Al Qur'an banyak
berserakan ada yang ditulis pada daun, kulit kayu, tulang dan sebagainya. Hal
ini dikhawatirkan mudah rusak dan hilang.
Atas
usul Umar bin Khattab tersebut pada awalnya Abu Bakar agak berat melaksanakan
tugas tersebut, karena belum pemah dilaksanakan pada masa Nabi Muhammad SAW.
Namun karena alasan Umar yang rasional yaitu banyaknya sahabat penghafal Al
Qur'an yang gugur di medan pertempuran dan dikhawatirkan akan habis seluruhnya,
akhirnya Abu Bakar menyetujuinya, dan selanjutnya menugaskan kepada Zaid bin
Sabit, penulis wahyu pada masa Rasulullah SAW, untuk mengerjakan tugas
pengumpulan itu.
d.
Sebagai
kepala negara dan pemimpin umat Islam.
Kemajuan
yang diemban sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam, Abu Bakar
senantiasa meneladani perilaku rasulullah SAW. Bahwa prinsip musyawarah dalam
pengambilan keputusan seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW selalu
dipraktekkannya. Ia sangat memperhatikan keadaan rakyatnya dan tidak
segan-segan membantu mereka yang kesulitan. Terhadap sesama sahabat juga sangat
besar perhatiannya.
Sahabat
yang telah menduduki jabatan pada masa Nabi Muhammad SAW tetap dibiarkan pada
jabatannya, sedangkan sahabat lain yang belum mendapatkan jabatan dalam
pemerintahan juga diangkat berdasarkan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki.
e.
Meningkatkan
kesejahteraan umat.
Sedangkan
kemajuan yang dicapai untuk meningkatkan kesejahteraan umum, Abu Bakar
membentuk lembaga "Baitul Mal", semacam kas negara atau lembaga
keuangan. Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah, sahabat Nabi SAW yang digelari
"amin al-ummah" (kepercayaan umat). Selain itu didirikan pula lembaga
peradilan yang ketuanya dipercayakan kepada Umar bin Khattab .[6]
Kebijaksanaan
lain yang ditempuh Abu Bakar membagi sama rata hasil rampasan perang
(ghanimah). Dalam hal ini ia berbeda pendapat dengan Umar bin Khattab yang
menginginkan pembagian dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap sahabat. Alasan
yang dikemukakan Abu Bakar adalah semua perjuangan yang dilakukan atas nama
Islam adalah akan mendapat balasan pahala dan Allah SWT di akhirat. Karena
itulah biarlah mereka mendapat bagian yang sama.
Persoalan besar yang sempat diselesaikan Abu Bakar
sebelum wafat adalah menetapkan calon khalifah yang akan menggantikannya.
Dengan demikian ia telah mempersempit peluang bagi timbulnya pertikaian di
antara umat Islam mengenai jabatan khalifah. Dalam menetapkan calon
penggantinya Abu Bakar tidak memilih anak atau kerabatnya yang terdekat,
melainkan memilih orang lain yang secara obyektif dinilai mampu mengemban
amanah dan tugas sebagai khalifah, yaitu sahabat Umar bin Khattab. Pilihan
tersebut tidak diputuskannya sendiri, tetapi dimusyawarahkannya terlebih dahulu
dengan sahabat-sahabat besar. Setelah disepakati, barulah ia mengumumkan calon
khalifah itu.
Abu Bakar dengan masa pemerintahannya yang amat
singkat ( kurang lebih dua tahun) telah berhasil mengatasi tantangan-tantangan
dalam negeri Madinah yang baru tumbuh itu, dan juga menyiapkan jalan bagi
perkembangan dan perluasan Islam di Semenanjung Arabia.
D. Jasa dan Peninggalan Abu Bakar
Di masa awal
pemerintahan Abu Bakar, diwarnai dengan berbagai kekacauan dan pemberontakan,
seperti munculnya orangs-orang murtad, aktifnya orang-orang yang mengaku diri
sebagai nabi (nabi palsu), pemberontakan dari beberapa kabilah Arab dan
banyaknya orang-orang yang ingkar membayar zakat merupakan tantangan dari
negara yang baru berdiri.
Adanya orang
murtad disebabkan karena mereka belum memahami benar tentang Islam, mereka baru
dalam taraf pengakuan, atau mereka masuk Islam karena terpaksa.Sehingga begitu
Rasulullah SAW wafat, mereka langsung kembali kepada agama semula. Karena
mereka beranggapan , bahwa kaum Quraisy tidak akan bangun lagi setelah
pimpinannya Nabi Muhammad Saw wafat.Golongan yang tidak mau membayar zakat
banyak timbul dari kabilah yang tinggal di kota Madinah, seperti Bani Gatfan,
Bani Bakar dll. Mereka beranggapan bahwa membayar zakat hanya kepada Nabi
Muhammad SAW, dan setelah beliau wafat maka tidak lagi wajib membayar zakat.
Orang yang mengaku sebagai nabi sebenarnya sudah ada
pada hari-hari terakhir kehidupan Nabi Muhammad SAW, walaupun mereka
masih sembunyi-sembunyi.Dari kekacauan yang muncul di awal
pemerintahan tersebut, Abu Bakar bekerja keras
untuk menumpasnya.Untuk menumpas kelompok-kelompok tersebut di atas, Abu
Bakar bermusyawarah dengan para sahabat dan kaum Muslimin menentukan apa
tindakan yang harus diambil mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut.
Di dalam
kesulitan yang memuncak inilah terlihat kebesaran jiwa dan ketabahan hati Abu
Bakar. Dengan tegas dinyatakannya, bahwa beliau akan memerangi semua golongan
yang telah menyeleweng dari kebenaran, baik yang murtad, yang mengaku Nabi
palsu, maupun yang enggan membayar zakat, sehingga semuanya kembali kepada
kebenaran. Setelah bermusyawarah Abu Bakar menugaskan antara lain kepada :
Usamah bin Zaid, Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Yazid bin Abu Sofyan untuk
memerangi golongan tersebut.Setelah berbagai macam gejolak dan kekacauan dapat
ditangani secara tuntas, maka Abu Bakar selalu berusaha untuk melakukan
berbagai langkah demi kemajuan umat Islam.
E. Wafatnya Abu Bakar
Setelah
menderita sakit selama limabelas hari, Abu bakar pun wafat pada tanggal 21
Jumadil Akhir 13 H (22 Agustus 634 M). Beliau di makamkan di samping makam
Rasulullah SAW di kota madinah. Sekarang makam tersebut telah termasuk dalam
masjid al-Nabawi.
2.
Islam Periode Umar Bin Khattab
A. Riwayat Singkat Ummar Bin Khattab
Umar bin Khatab (583-644) memiliki nama
lengkap Umar bin Khathab bin Nufail bin Abd Al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin
Qart bin razail bin ‘Adi bin Ka’ab bin Lu’ay, adalah khalifah kedua yang
menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Umar bin khattab lahir di Mekkah pada tahun
583 M, dua belas tahun lebih muda dari Rasulullah Umar juga termasuk kelurga
dari keturunan Bani Suku Ady (Bani Ady). Suku yang sangat terpandang dan
berkedudukan tinggi dikalangan orang-orang Qurais sebelum Islam. Umar memiliki
postur tubuh yang tegap dan kuat, wataknya keras, pemberani dan tidak mengenal
gentar, pandai berkelahi, siapapun musuh yang berhadapan dengannya akan
bertekuk lutut. Ia memiliki kecerdasan yang luar biasa, mampu memperkirakan
hal-hal yang akan terjadi dimasa yang akan datang, tutur bahasanya halus dan
bicaranya fasih.
Umar bin Khatthab adalah salah satu
sahabat terbesar sepanjang sejarah sesudah Nabi Muhammad SAW. Peranan umar
dalam sejarah Islam masa permulaan merupakan yang paling menonjol kerena
perluasan wilayahnya, disamping kebijakan-kebijakan politiknya yang lain.
Adanya penaklukan besar-besaran pada masa pemerintahan Umar merupakan fakta
yang diakui kebenarannya oleh para sejarahwan. Bahkan, ada yang mengatakan,
bahwa jika tidak karena penaklukan-penaklukan yang dilakukan pada masa Umar,
Isalm belum tentu bisa berkembang seperti zaman sekarang.
Khalifah Umar bin Khatab dikenal sebagai
pemimpin yang sangat disayangi rakyatnya karena perhatian dan tanggungjawabnya
yang luar biasa pada rakyatnya. Salah satu kebiasaannya adalah melakukan
pengawasan langsung dan sendirian berkeliling kota mengawasi kehidupan
rakyatnya.Dalam banyak hal Umar bin Khatthab dikenal sebagai tokoh yang sangat
bijaksana dan kreatif, bahkan genius. Beberapa keunggulan yang dimiliki Umar,
membuat kedudukannya semakin dihormati dikalangan masyarakat Arab, sehingga
kaum Qurais memberi gelar ”Singa padang pasir”, dan karena kecerdasan dan
kecepatan dalam berfikirnya, ia dijuluki ”Abu Faiz”.[7]
B.
Pengangkatan Kahlifah Ummar Bin Khattab
Pada musim panas tahun 364 M Abu Bakar
menderita sakit dan akhirnya wafat pada hari senin 21 Jumadil Akhir 13
H/22Agustus 634 M dalam usia 63 tahun. Sebelum beliau wafat telah menunjuk Umar
bin Khatab sebagai penggantinya sebagai khalifah. Penunjukan ini berdasarkan
pada kenangan beliau tentang pertentangan yang terjadi antara kaum Muhajirin
dan Ansor. Dia khawatir kalau tidak segera menunjuk pengganti dan ajar segera
datang, akan timbul pertentangan dikalangan umat islam yang mungkin dapat lebih
parah dari pada ketika Nabi wafat dahulu.
Dengan demikian, ada perbedaan antara
prosedur pengangkatan Umar bin Khatab sebagai khalifah dengan khalifah
sebelumnya yaitu Abu Bakar. Umar mendapat kepercayaan sebagai khalifah kedua
tidak melalui pemilihan dalam system musyawarah yang terbuka, tetapi melalui
penunjukan atau watsiat oleh pendahulunya (Abu Bakar).
Pada saat itu pula Umar di bai’at oleh kaum muslimin, dan secara langsung
beliau diterima sebagai khalifah yang resmi yang akan menuntun umat Islam pada
masa yang penuh dengan kemajuan dan akan siap membuka cakrawala di dunia
muslim. Beliau diangkat sebagai khlifah pada tahun 13H/634M.
C.
Kemajuan-kemajuan ynag Dicapai Umar Bin Khattab
Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam
tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian
Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa
kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara
dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi
daya yaitu Persia dan Romawi. Namun keduanya telah ditaklukkan islam pada jaman
Umar. Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan
ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus. 20 ribu pasukan Islam
mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan
Romawi di Asia Kecil bagian selatan.
Umar melakukan banyak reformasi secara
administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun
sistem administratif untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan
diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia
memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan
Masjid Nabawi di Madinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam. Umar
dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan
penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sangat sederhana.
Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun
ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam
hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.
Ada beberapa perkembangan peradaban Islam
pada masa khalifah Umar bin Khtthab, yang meliputi Sistem pemerintahan
(politik), ilmu pengetahuan, sosial, seni, dan agama.
1.
Perkembangan Politik
Pada masa khalifah Umar bin khatab,
kondisi politik islam dalam keadaan stabil, usaha perluasan wilayah Islam
memperoleh hasil yang gemilang. Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat,
Umar Radhiallahu ‘anhu segera mengatur administrasi negara dengan
mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Perluasan
penyiaran Islam ke Persia sudah dimulai oleh Khalid bin Walid pada masa
Khalifah Abu Bakar, kemudian dilanjutkan oleh Umar. Tetapi dalam usahanya itu
tidak sedikit tantangan yang dihadapinya bahkan sampai menjadi peperangan. Kekuasaan Islam sampai ke Mesopotamia dan sebagian Persia dari
tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid)
serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari
kekaisaran Romawi (Byzantium).
Administrasi pemerintahan diatur menjadi
delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah,
Palestina, dan Mesir. Pada masa Umar bin khatab mulai dirintis tata cara menata
struktur pemerintahan yang bercorak desentralisasi. Mulai sejak masa Umar
pemerintahan dikelola oleh pemerintahan pusat dan pemerintahan propinsi.
Karena telah banyak daerah yang dikuasai
Islam maka sangat membutuhkan penataan administrasi pemerintahan, maka khalifah
Umar membentuk lembaga pengadilan, dimana kekuasaan seorang hakim (yudikatif)
terlepas dari pengaruh badan pemerintahan (eksekutif). Adapun hakim yang
ditunjuk oleh Umar adalah seorang yang mempunyai reputasi yang baik dan
mempunyai integritas dan keperibadian yang luhur. Zaid ibn Tsabit ditetapkan
sebagai Qadhi Madinah, Ka’bah ibn Sur al-Azdi sebagai Qadhi Basrah, Ubadah ibn
Shamit sebagai Qadhi Palestina, Abdullah ibn mas’ud sebagai Qadhi kufah.
Pada masa Umar ibn Khatab juga mulai
berkembang suatu lembaga formal yang disebut lembaga penerangan dan pembinaan
hukum islam. Dimasa ini juga terbentuknya sistem atau badan kemiliteran.
Pada masa khalifah Umar bin Khattab
ekspansi Islam meliputi daerah Arabia, syiria, Mesir, dan Persia. Karena wilayah
Islam bertambah luas maka Umar berusaha mengadakan penyusunan pemerintah Islam
dan peraturan pemerintah yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
2.
Perkembangan Ekonomi
Karena perluasan daerah terjadi dengan
cepat, dan setelah Khalifah Umar mengatur administrasi negara dengan mencontoh
administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Pada masa ini juga mulai
diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan
didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif.
Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian
pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata
uang, dan membuat tahun hijiah. Dan menghapuskan zakat bagi para Mu’allaf. Ada
beberapa kemajuan dibidang ekonomi antara lain :
a. Al
kharaj
Kaum muslimin diberi
hak menguasai tanah dan segala sesuatu yang didapat dengan berperang. Umar
mengubah peraturan ini, tanah-tanah itu harus tetap dalam tangan pemiliknya
semula, tetapi bertalian dengan ini diadakan pajak tanah (Al kharaj).
b. Ghanimah
Semua harta rampasan
perang (Ghanimah), dimasukkan kedalam Baitul Maal Sebagai salah satu pemasukan
negara untuk membantu rakyat. Ketika itu, peran diwanul jund, sangat berarti
dalam mengelola harta tersebut.
c. Pemerataan
zakat
Umar bin Khatab juga
melakukan pemerataan terhadap rakyatnya dan meninjau kembali bagian-bagian
zakat yang diperuntukkan kepada orang-orang yang diperjinakan hatinya
(al-muallafatu qulubuhum).
d. Lembaga
Perpajakan
Ketika wilayah
kekuasaan Islam telah meliputi wilayah Persia, Irak dan Syria serta Mesir sudah
barang tentu yang menjadi persoalan adalah pembiayaan, baik yang menyangkut
biaya rutin pemerintah maupun biaya tentara yang terus berjuang menyebarkan
Islam ke wilayah tetangga lainnya. Oleh karena itu, dalam kontek ini Ibnu
Khadim mengatakan bahwa institusi perpajakan merupakan kebutuhan bagi kekuasaan
raja yang mengatur pemasukan dan pengeluaran.[8]
3.
Perkembangan
Pengetahuan
Pada masa khalifah Umar bin Khatab,
sahabat-sahabat yang sangat berpengaruh tidak diperbolehkan untuk keluar daerah
kecuali atas izin dari khalifah dan dalam waktu yang terbatas. Jadi kalau ada
diantaa umat Islam yang ingin belajar hadis harus perdi ke Madinah, ini berarti
bahwa penyebaran ilmu dan pengetahuan para sahabat dan tempat pendidikan adalah
terpusat di Madinah. Dengan meluasnya wilayah Islam sampai keluar jazirah Arab,
nampaknya khalifah memikirkan pendidikan Islam didaerah-daerah yang baru
ditaklukkan itu. Untuk itu Umar bin Khatab memerintahkan para panglima
perangnya, apabila mereka berhasil menguasai satu kota, hendaknya mereka
mendirikan Mesjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan.
Berkaitan dengan masalah pendidikan ini,
khalifah Umar bin Khatab merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan
pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di mesjid-mesjid
dan pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah
yang ditaklukkan itu, mereka bertugas mengajarkan isi al-Qur'an dan ajaran
Islam lainnya seperti fiqh kepada penduduk yang baru masuk Islam.
Meluasnya kekuasaan Islam, mendorong
kegiatan pendidikan Islam bertambah besar, karena mereka yang baru menganut
agama Islam ingin menimba ilmu keagamaan dari sahabat-sahabat yang menerima
langsung dari Nabi. Pada masa ini telah terjadi mobilitas penuntut ilmu dari
daerah-daerah yang jauh dari Madinah, sebagai pusat agama Islam. Gairah
menuntut ilmu agama Islam ini yang kemudian mendorong lahirnya sejumlah
pembidangan disiplin keagamaan.
Dengan demikian pelaksanaan
pendidikan dimasa khalifah umar bin khatab lebih maju, sebab selama Umar
memerintah Negara berada dalam keadaan stabil dan aman, ini disebabkan,
disamping telah ditetapkannya mesjid sebagai pusat pendidikan, juga telah
terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam diberbagai kota dengan materi yang
dikembangkan, baik dari segi ilmu bahasa, menulis dan pokok ilmu-ilmu lainnya.
4.
Perkembangan Sosial
Pada masa Khalifah Umar ibn Khatthab ahli
al-dzimmah yaitu penduduk yang memeluk agama selain Islam dan berdiam diwilayah
kekuasaan Islam. Al-dzimmah terdiri dari pemeluk Yahudi, Nasrani dan Majusi.
Mereka mendapat perhatian, pelayanan serta perlindungan pada masa Umar. Dengan
membuat perjanjian, yang antara lain berbunyi ;
Keharusan orang-orang Nasrani menyiapkan
akomodasi dan konsumsi bagi para tentara Muslim yang memasuki kota mereka,
selama tiga hari berturut-turut.
Pada masa umar sangat memerhatikan keadaan
sekitarnya, seperti kaum fakir, miskin dan anak yatim piatu, juga mendapat
perhatian yang besar dari Umar ibn Khathab.
5. Perkembangan
Agama
Di zaman Umar Radhiallahu ‘anhu gelombang
ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi ; ibu kota Syria,
Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium
kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan
Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di
bawah pimpinan 'Amr ibn 'Ash Radhiallahu ‘anhu dan ke Irak di bawah pimpinan Sa'ad
ibn Abi Waqqash Radhiallahu ‘anhu. Iskandariah/Alexandria, ibu kota Mesir,
ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam.
Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di
Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota
Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Moshul
dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar Radhiallahu ‘anhu,
wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria,
sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir. Dalam kata lain. Islam pada zaman
Umar semakin berkembang.
Jadi dapat disimpulkan, keadaan agama
Islam pada masa Umar bin Khatthab sudah mulai kondusif, dikarenakan karena
kepemimpinannya yang loyal, adil, dan bijaksana. Pada masa ini Islam mulai
merambah ke dunia luar, yaitu dengan menaklukan negara-negara yang kuat, agar
islam dapat tersebar kepenjuru dunia.
BAB III
PENUTUP
1. Simpulan
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun
634 M ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan
persoalan dalam negeri terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku
bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintahan Madinah. Karena
sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan
pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut
Perang Riddah (perang melawan kemurtadan) dan pahlawan yang banyak berjasa
dalam perang tersebut adalah Khalid bin Walid.
Sedangkan pada khalifah Umar
bin Khatab keadaan agama Islam sudah mulai kondusif, dikarenakan
karena kepemimpinannya yang loyal, adil, dan bijaksana. Pada masa ini Islam
mulai merambah ke dunia luar, yaitu dengan menaklukan negara-negara yang kuat,
agar islam dapat tersebar kepenjuru dunia.
[1]
Salabi, Sejarah
dan Kebudayaan Islam (Jakarta: pustaka Al husna, 1983) hal: 226
[2] DR.
Sa’id Ramadhan Al bouthy , Fiqh Siroh Nabawiyah :353.
[3] Maidir
harun, Sejarah
Peradaban Islam, (Padang : 2001), hal. 36
[4] Salabi, ibid, hal. 227
[5] Maidir
harun, op.cit.
hal. 46
[6]
Maidir
harun, ibid. hal. 52
[7] Arif Setiawan, Islam
dimasa Umar bin Khatthab, jakarta : Hijri Pustaka, 2002. Hal 2
[8]
Muhammad Husein Haikal,
Umar bin Khatthab, sebuah telaah mendalam tentang pertumbuhan islam dan
kedaulatannya dimasa itu, Bogor : Pustaka Lintera AntarNusa, 2002. Hal 45
0 komentar:
Post a Comment
Blog ini Blog Dofollow,Silakan tinggalkan komentar Anda..
Cara Berkomentar:
1.Jangan Menggunakan kalimat kasar
2.Jangan Memberikan Link hidup pada komentar
3.Jangan berkomentar sejenis SARA/PO*N